Saujana, samudra membentang sambut layarku
Saujana, hidup di seberang gerlap mimpiku
Mungkinkah merapat ke sana?
Lalu aku bangun istana
Sepenggal lirik dari salah satu lagu Kla Project di atas, sekali-dua kali di simak mungkin belum mengetahui maknanya. Namun sepertinya di sinilah karakter dari lagu-lagu kla Project yang di motori Katon, Lilo dan Adi, walau terkadang terlalu simbolik bahkan gelap tapi salah seorang Mahasiswa Sastra UNHAS pernah mengangkatnya dalam penelitian Tugas Akhirnya.
Saujana dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti sejauh mata memandang; pandangan jauh kedepan, atau sebuah visi. Visi dalam batasannya ialah cita-cita luhur tentang masa depan dalam frame ideal. Visi amatlah terlihat jelas namun kurun waktu untuk mencapainya bisa seluas samudera (Saujana, samudera membentang sambut layarku). Segala keindahan dan kebahagiaan akan menggelayut di alam pikiran dan bawah sadar manusia yang mempunyai visi (saujana,hidup diseberang gemerlap mimpiku). Ruang kemungkinan buat menggapainya sungguh terbuka lebar untuk bersanding dalam istana nyata (mungkinkah merapat kesana, lalu aku bangun istana)
Sayangnya, terkadang pikiran dan kebiasaan manusia menjadi penjara bagi mimpi, visi atau cita-citanya. Pikiran dan kebiasaan ini ibarat dua sisi mata uang sebab pikiran atau pandangan lahir dari kebiasaan yang di bentuk oleh dominasi lingkungan. Ketika lingkungan sekitar membangun pondasi-pondasi yang menghalangi manusia bermimpi dan bercita-cita, maka itu ekuivalen (mempunyai nilai (ukuran, arti, atau efek) yg sama; seharga; sebanding; sepadan: pd umumnya pendapat yg menyatakan kultur - dng kebudayaan dapat diterima) dengan mengatakan mimpi dan cita-cita itu tak ada. Inilah lingkungan yang mempengaruhi prilaku (Mahzab Behaviourisme), namun ini tak seratus persen benar. Rasulullah SAW memulai mimpi dan cita-citanya menjadikan Islam Rahmatan Lil Alamin di lingkungan yang sama sekali tidak mendukung bahkan boleh dikata kejam namun upaya Beliau tercapai dengan gemilang. Bill Gates dulunya bermimpi ingin menghadirkan Komputer hadir di bilik kamar masing-masing rumah di seluruh dunia. Awalnya ia ditertawai oleh teman-temanya, namun lihatlah yang ada saat ini. Inilah contoh prilaku yang mempengaruhi lingkungan (Mahzab Humanisme).
Salah satu faktor kegemilangan dunia barat adalah lingkungan mereka yang kondusif bagi tiap warganya untuk meraih apa yang mereka inginkan. Pandangan ini memang identik dengan liberalisme, namun persoalannya bukan semata-mata karena itu. Sejak dini manusia-manusia di barat telah dipersiapkan oleh orang-orang tua mereka untuk fokus pada cita-cita berdasarkan minat dan bakatnya, hal ini didukung oleh sistem dan regulasi yang berlaku disana. Jadi jangan heran jika tiap tahunnya, Nobel dibidang sains dan teknologi misalnya beredar dikalangan mereka sendiri. Itu buah dari model yang mereka rancang sejak lama. Jadi visi buat mereka di barat bukan lagi hal keramat, sebab lingkungan telah siap mengusung visi hidup mereka.
Inilah yang mesti di evaluasi di Republik tercinta ini. Ada gap yang cukup besar antara visi dengan lingkungan sekitar kita. Gap ini didominasi oleh peran Negara yang belum mampu menciptakan lingkungan dimana rakyatnya bisa visioner dalam hidupnya, Novel laskar pelangi mungkin bisa sedikit memaparkan hal itu, atau kisah Suster Apung yang bisa jadi bahan pelajaran penting buat kita. Namun kondisi ini bisa jadi lahan subur buat manusia-manusia Indonesia yang punya mimpi dan cita-cita luhur yang di harapkan bisa jadi motor penggerak bagi bangsa ini. Dengan kata lain ada segelintir prilaku cemerlang yang mempengaruhi dan merubah kondisi bangsa kita saat ini.
Ini pula yang terjadi sekarang dalam berbagai level dan segmen kehidupan di Indonesia. Visi tak lagi dijadikan starting point. Bisa jadi, stok pemimpin meluber dan tak akan pernah habis namun pemimpin dengan visi adalah barang langka di negeri ini. Soekarno dulu sewaktu bocah bermimpi akan menggenggam dunia di tangannya, dan itu telah dibuktikannya beberapa masa yang silam, Indonesia dibawah kendalinya bisa menjadi salah satu Negara yang disegani dunia. Jadi jangan harap jika suatu Negara atau daerah bisa sejahtera jika pemimpinya bekerja demi kepentingan sesaat sebab hasilnya pun akan sesaat dinikmati dan tak akan berarti apa-apa buat rakyatnya. Salah satu kelemahan reformasi 10 tahun lalu yakni tak ada rumusan yang jelas dari para pemimpin sampai saat ini terhadap arah kebangsaan kita, maka luka-luka krisis 98 pun masih dirasa perih. Pemimpin yang bersaujana dibutuhkan kehadirannya, dan Mungkin itu ada diantara kita.
Kompasiana